Dewi Puspa Diduga Dalang Utama Pinjol Ilegal di Jambi, Polisi Diam Karena “Tak Ada Korban” Cermin Kemunduran Logika Penegakan Hukum!

HEADLINESRIWIJAYA.COM

JAMBI – Perkumpulan Elang Nusantara menemukan dugaan kuat adanya markas pinjaman online ilegal (pinjol ilegal) yang beroperasi secara rahasia di sebuah ruko di Kota Jambi. Aktivitas mencurigakan dan tertutup di lokasi tersebut menyiratkan operasi digital ilegal dengan skala besar, namun hingga kini belum ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum, khususnya Krimsus Polda Jambi.

 

Ruko yang menjadi pusat aktivitas ini diketahui disewa oleh seseorang bernama Suwardi atau Amir, namun investigasi lapangan kami menunjukkan bahwa dalang utama operasional pinjol ilegal ini adalah seorang perempuan bernama Dewi Puspa, yang berdomisili di Kota Jambi. Nama Dewi Puspa berulang kali muncul dalam pengakuan tidak resmi dari pekerja internal dan data lain yang kami himpun di lapangan.

 

Temuan kami diperkuat setelah video dokumentasi aktivitas pengangkutan perangkat digital dari dalam ruko beredar luas di media sosial. Tim kami menyaksikan langsung laptop dan alat elektronik lainnya dikeluarkan secara terburu-buru dalam kantong kresek hitam, seolah hendak menghilangkan jejak. Semua ini menunjukkan adanya upaya pemindahan dan penghilangan barang bukti.

 

Namun hingga saat ini, pihak Krimsus Polda Jambi belum juga membongkar ruko tersebut. Tidak ada tindakan penyitaan, tidak ada penggeledahan, bahkan pemeriksaan lokasi pun belum dilakukan. Ketika kami mempertanyakan ini dalam pertemuan informal, jawaban yang kami terima sungguh mengecewakan:

 

“Apakah ada yang korban pinjol diruangan ini? Kalau tidak ada berarti kalian bukan korban, Kami tidak bisa bertindak karena tidak ada korban diruangan ini, kami harus memeriksa korban,” ujar salah satu petinggi dari Krimsus Polda Jambi.

 

Pernyataan ini mencerminkan kemunduran logika penegakan hukum. Jika semua data korban harus kami, masyarakat sipil, yang sediakan, maka apa fungsi unit Krimsus? Jika lokasi sudah kami laporkan, pola kerja sudah kami sampaikan, bahkan pelaku utama sudah kami identifikasi, mengapa polisi masih menunggu korban datang sendiri?

 

Padahal, seperti dijelaskan oleh Irwanda, aktivis Elang Nusantara:

 

“Modus mereka adalah menerima nasabah dari luar Jambi dengan menggunakan KTP luar daerah. Maka sangat kecil kemungkinan korban ditemukan di wilayah Jambi, walaupun tidak menutup kemungkinan ada.”

 

Justru karena pola mereka lintas wilayah dan berbasis digital, penyidikan profesional dan forensik digital-lah yang seharusnya digunakan. Sayangnya, belum ada langkah semacam itu dari Polda Jambi. Ini justru membuka ruang luas bagi pelaku untuk menghilangkan barang bukti dan menutup jejak.

 

Kami dari Perkumpulan Elang Nusantara, bersama elemen masyarakat sipil lainnya, menyatakan:

• Kami siap menyerahkan dokumentasi investigasi visual kepada lembaga kredibel yang berkomitmen menindak;

• Kami menuntut Kapolda Jambi segera memberi disposisi untuk bertindak terhadap Dewi Puspa dan jaringannya;

• Jika tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat, kami akan mendorong kasus ini ke Mabes Polri dan Komnas HAM, mengingat adanya indikasi eksploitasi tenaga kerja muda dan ancaman kriminalitas digital berskala besar.

 

Jika bukti sudah di depan mata, lalu masih tidak bertindak, maka siapa yang sedang dilindungi?. (A.Chaniago)

Komentar