Roland Pramudiansyah: Insiden di Polda Jambi Bukti Reformasi Polri Mendesak, Wacana Prabowo Harus Jadi Momentum

HEADLINESRIWIJAYA.COM

Jambi – Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Jambi, Roland Pramudiansyah, menilai insiden wartawan yang dihalangi saat peliputan kunjungan Komisi III DPR RI di Mapolda Jambi, Jumat (12/9/2025), tidak bisa dilepaskan dari wacana besar Presiden Prabowo Subianto membentuk Tim Reformasi Kepolisian.

Menurutnya, kejadian kecil di daerah seperti Jambi justru memperlihatkan mandeknya reformasi kultural di tubuh Polri. “Kalau bicara struktur, bicara instrumen, reformasi itu memang ada. Tapi insiden kemarin bukti telanjang bahwa kultur aparat masih gagap menghadapi kebebasan pers. Dalih waktu itu hanya tameng. Masalah utamanya ada pada mentalitas,” tegas Roland, Jumat malam (12/9/2025).

Roland menyebut, Komisi III DPR RI semestinya tidak hanya mendengar penjelasan normatif dari kepolisian, melainkan benar-benar mencatat insiden seperti ini sebagai alarm peringatan. “Komisi III jangan hanya datang, rapat, makan siang, lalu pulang. Kalau benar mau mendukung Presiden membentuk Tim Reformasi Kepolisian, harus ada keberanian menyoroti masalah yang nyata di lapangan. Dan Polda Jambi baru saja memberi contoh yang gamblang,” ujarnya.

Ia menambahkan, dukungan DPR terhadap Prabowo untuk membentuk Tim Reformasi Polri menunjukkan momentum yang tepat. Namun menurutnya, wacana itu tidak boleh berhenti di cetak biru atau konsep di atas kertas. “Cetak biru reformasi itu sudah ada. Yang lemah adalah implementasi, terutama reformasi kultural. Jangan sampai Tim Reformasi yang digagas Presiden hanya mengulang jargon lama tanpa perubahan nyata,” jelasnya.

Roland menegaskan, publik kini menanti langkah konkret. “Kalau pemerintah pusat saja sudah bicara soal reformasi Polri, lalu muncul kasus di Jambi ini, berarti memang benar reformasi itu mendesak. Kita tidak bisa lagi menutup mata. Polri harus dibenahi, dari hulu sampai hilir,” katanya.

Lebih jauh, Roland menyinggung isu pergantian Kapolri yang ramai diperbincangkan. Ia menilai, momentum tersebut harus dijadikan titik balik. “Pergantian Kapolri jangan sekadar rotasi jabatan. Presiden harus berani menunjuk figur yang mampu menuntaskan reformasi kultural di tubuh Polri. Kalau tidak, publik hanya akan melihat reformasi Polri sebagai proyek setengah hati, mandek, dan penuh kamuflase,” pungkasnya.