Ketika Lebah, Alam dan Manusia Menyalakan Harapan Melalui Energi dari Sarang Bersama PHE Jambi Merang Indonesia

Kisah Perjuangan Kelompok Budidaya Lebah Madu yang Sangat bersyukur mendapatkan aliran energi baru melalui Program Beeyond Honey dari Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang, Sukses Mendapatkan Tambahan Penghasilan Keluarga Anggota Kelompok Hingga Kuliahkan Anak

JAMBI – Kabut pagi belum sepenuhnya sirna dari hamparan hutan Desa Sukamaju, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Embun menggantung di ujung daun. Diantara pepohonan akasia, suara lembut dengung lebah mengisi udara. Matahari baru saja menanjak dari balik pepohonan pagi itu, menyingkap pemandangan deretan kotak kayu berwarna cokelat muda yang berbaris rapi di tepian kebun akasia milik Perusahaan Hutan tanaman industri, Kota Jambi.

Disanalah para peternak lebah bersiap memulai hari. Mereka membuka penutup sarang, memeriksa sisir madu, memastikan setiap koloni tumbuh sehat karna akasia adalah sumber makanan terbaik bagi lebah. “Kalau lebahnya pergi, tanaman tidak berbuah. Kalau tanaman tak berbuah, manusia kehilangan pangan,” ujar Sutrisno (42), seorang peternak lebah lokal di Desa Sukamaju kecamatan Geragai, Kabupaten tanjung Jabung Timur, sambil tersenyum di balik masker pelindungnya.

Pria ini merupakan salah satu diantaran para penerima bantuan dari Pertamina PHE Jambi Merang untuk mengembangkan usahanya. Desa Sukamaju bukanlah nama besar dalam peta industri. Namun sejak 2021, desa ini menjadi pusat perubahan kecil yang berdampak besar.

Awalnya mereka dalam kesehariannya adalah petani sawit yang kini memiliki sumber penghasilan tambahan, energy baru dari Pertamina PHE Jambi merang sebagai peternak madu lebah, bermula dari rasa ingin tahu sederhana.

Sekitar tahun 2021, ia melihat tetangga bernama Mahasin, pria yang akrab disapa Pak Tris ini mendapat tawaran pelatihan budidaya lebah sebelum mendapatkan bantuan dari Program CSR PHR Jambi Merang. Harga madu yang kala itu mencapai Rp80.000 per kilogramnya, membuat banyak warga tertarik.
Tak terkecuali Trisno, yang langsung ikut pelatihan,karna tak ingin hanya sekadar menonton. “Saya pikir, di usia segini masih bisa belajar, kenapa tidak?” katanya ringan.

Namun jalan menuju manisnya madu tak selalu mudah. Tahun 2021 menjadi masa paling berat. Sarang lebah mereka diserang hama dan beruang, menyebabkan panen gagal total. “Tak ada satu botol pun yang bisa dijual waktu itu,” kenang Trisno lirih.

Foto: Pak Sutrisno,
seorang peternak lebah lokal di Desa Sukamaju kecamatan Geragai, Kabupaten tanjung Jabung Timur, sambil tersenyum di balik masker pelindungnya.
Pria ini merupakan salah satu diantaran para penerima bantuan dari Pertamina PHE Jambi Merang(ist)

Tapi ketika semangat hampir pupus, program CSR PHE Jambi Merang datang kembali membawa dukungan, mengalirkan energinya di Desa Suka maju. memberikan pelatihan lanjutan, serta membantu memulihkan koloni yang tersisa. Hasilnya yang sangat luar biasa baru terasa tiga tahun kemudian.

Pada 2024, kelompok Trisno berhasil memanen madu dalam jumlah besar untuk pertama kalinya setelah masa paceklik panjang. “Rasanya seperti keajaiban, sejak menjadi bagian dari PHR Jambi Merang, Lebah-lebah itu kembali, dan desa kami hidup lagi,” katanya dengan mata berbinar.

Semua berawal ketika PHE Jambi Merang, bagian dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 1, menggagas program Beeyond Honey, sebuah inisiatif lingkungan yang memadukan ekonomi, konservasi, dan nilai-nilai keberlanjutan energi.
“kami jaga mereka, seperti mereka menjaga kami.” Ucapan ayah dua anak ini sambil berdiri diantara kotak lebah madu akasia sebagai sumber kehidupannya.

Ucapannya memang terdengar sederhana, namun di balik itu tersimpan filosofi besar tentang keseimbangan energi dari sarang, diantara alam, lebah dan manusia, di sinilah energi kehidupan benar-benar bekerja.
Melalui program ini, masyarakat desa dilatih mengelola budidaya lebah madu secara modern dan ramah lingkungan. Mereka diajarkan cara membuat kotak sarang, mengenal siklus koloni, memanen madu tanpa merusak sarang, serta menjaga keseimbangan vegetasi agar lebah tetap punya sumber nektar alami.

“Budidaya lebah madu ini bagian dari komitmen kami mendukung ekonomi masyarakat tanpa mengorbankan lingkungan. Lebah adalah indikator alam yang sehat. kami ingin menjaga keseimbangan antara lebah, alam dan manusia sambil meningkatkan kesejahteraan warga,” ujar Baskoro Adhi Pratomo, Officer Community Involvement & Development Regional 1 PHE Jambi Merang.

Foto: cara Pemisahan madu dari sarang mengunakan alat yang sudah dirancang untuk memeras madu dari kantong koloni(ist)

Nama Beeyond Honey dipilih bukan tanpa makna. Program ini membawa pesan bahwa madu hanyalah hasil akhir dari proses panjang kerja sama antara manusia dan alam. Di balik setiap tetes madu, ada kesadaran ekologis dan energi sosial yang bekerja selaras.
Sejak diluncurkan di tiga Desa yang ada di Kecamatan Geragai yaitu Suka Maju, Pandan Lagan, dan Rantau Karya telah bergabung dalam inisiatif ini. Setiap desa awalnya menerima 10 kotak lebah madu per tahun selama tiga tahun berturut-turut, sebagai modal awal membangun koloni.

Namun kini Desa Suka Maju telah memiliki 300 kotak lebah, hanya dalam waktu empat tahun kemudian, sejak bantuan diterima. madu yang dikelola oleh kelompok peternak beranggotakan 10 orang ini, Setiap bulannya mampu menghasilkan mulai dari 150 hingga 250 kilogram madu, tergantung musim dan cuaca. Jumlah tersebut tinggal dikalikan dengan dengan harga jualnya berkisar Rp22.000 hingga Rp29.000 per kilogramnya.

“Dulu kami hanya pelihara lebah untuk sampingan, karna pekerjaan utama kami adalah petani sawit. Selain itu, kami tidak tahu cara menjaga sarang lebah dan panen madu dengan benar,” cerita Sutrisno, Ketua Kelompok Lebah Madu Sabak Suka Maju.

Karena itulah pria bertubuh agak tinggi ini, mengakui sangat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatkannya setelah menerima pelatihan dari Pertamina.” Sejak pelatihan itu, luar biasanya kami bisa panen tanpa merusak sarang dan hasilnya lebih banyak dan berkelanjutan,” kata suami Nuraini ini.

Menurut pria berperawakan sedang ini, Lebah mungkin kecil, tapi fungsinya besar bagi dunia. Lebih dari 75 persen tanaman pangan dunia, bergantung pada penyerbukan serangga ini. Ketika populasi lebah menurun, keseimbangan pangan ikut terancam.

“kini hidup kami bergantung pada lebah madu yang telah membawa perubahan dalam aktivitas kami. Peani sawit itu kini sudah memiliki kesibukan sebagai pembudidaya madu,” kata ayah dari Mufid Ilmantyo dan Faiz Ilmantyo ini.

Hal sama seperti dirasakan oleh Nurdin, seorang pembudi daya lebah madu lainnya di Desa Suka maju. Dia kini tak lagi merasakan ketakutan bermain dengan lebah madu yang terkenal dengan sengatnya. Layaknya seperti astronot, dengan alat penutup muka jaring-jaring tetap aman melihat kedepan secara jelas, segeromolan lebah dengan tenang tanpa takut di serang.
Pria ini menggunakan alat kerja yang aman (safety) untuk memanen madu sebagai energi sumber kehidupan bagi keluarganya. “inilah aktivitas kami sejak empat tahun terakhir ini, sejak melakukan budidaya madu mendapatkan perhatian dari Pertamina, kini kita menggantungkan hidup diantara gerombolan lebah dan berharap para koloni menghasilkan madu yang banyak dengan harga jual yang tinggi,” kata Nurdin senang.

Foto: Sutrisno saat panen lebah madu (ist)

Sebagai orang tua dengan tiga anak yang kini sedang bersekolah dan butuh banyak biaya, dia merasa sangat terbantu menjadi anggota kelompok budidaya lebah yang bisa menghasilkan madu dan menambah pendapatan keluarga dari hasi jual madu.

Suksesnya para kelompok budidaya madu sabak, tak lepas dari pendamping yang selalu dilakukan secara intensif oleh Roni Ahmad Saputra, ketua Bina Siginjai Permata ini, mengatakan sampai saat ini setidaknya ada sebanyak 15 peternak madu yang didampinginya, dengan rincian sebanyak 5 orang peternak madu sialang dan 10 peternak madu akasia.

Dari sebanya 15 orang itu, yang paling produktif dan berkembang secara baik saat ini adalah Sutrisno. Karna termasuk salah seorang yang bisa mengurus koloni hingga keuangan dan pemasaran. Bahkan sampai saat ini pria yang biasa disapa Pak Tris masih menjadi yang paling produktif dan menjadi acuan para pembudidaya lainnya di Desa Suka maju dan sekitarnya.
Kini pria dua anak itu memiliki kotak sarang terbanyak diantara peternak lainnya. “pak Trisno sekarang memiliki sebanyak 168 kotak sarang lebah bahkan ada yang baru datang dari Pati, total 200an kotak milik Pak Trisno,” kata Roni.

Diakuinya tak semua usaha berjalan mulus, selalu ada ranjau yang menghalangi jalan menuju keberhasilan. namun kebanyakan kesulitan yang dialam oleh para pembudidaya madu adalah dalam hal memecah koloni, karena itu bibit sering kali didatangkan dari Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah.

Sedangkan kendala beragam lainya banyak juga dialami oleh pembudidaya binaannya, mulai dari perubahan iklim, hujan dan panas, lebah susah mencari makan karena ketersediaan bahan pakan lebah terbatas, hingga serangan hama seperti beruang, ada burung dan juga harga madu yang naik turun.

Namun ditengah banyaknya halangan dan rintangan tersebut, pria ini terus berupaya mencari inovasi agar berbagai permasalahan dapat diatasi. Mulai dari merancang rencana menjadikan koperasi sebagai wadah untuk para petani di wilayah Suka Maju, menampung hasil panen madu anggota kelompok.

“kita terus berjuang mencarikan solusi setiap permasalahan yang dihadapi anggota kelompok. Untuk masalah harga madu yang minim, kini ada koperasi sebagai wadah agar semua madu dapat ditampung dan ditawar dengan harga yang sesuai. Karna saat ini posisi harga madu kita di tangan ke tiga, mulai dari jawa, harga dari Jambi baru sampai ke tangan petani,” jelasnya.

Belum lagi masalah dalam kelompo. Namun Roni tak patah arang dalam mencari cara mengatasi masalah kelompoknya, beragam tantangan yang dihadapi muali dari ingin hasil instan, dan berbagai permasalahan lainya. Untuk permasalahan kelompok, mereka berinisiatif agar kotak madu lebah disatukan dilahan masing-masing, jika ada panen, maka anggota kelompok akan saling bantu secara gotong royong agar saling merasakan kesulitan masing-masing.
“saya sangat berharap agar kelompok tetap solid, selalau semangat dan kompak selalu. Kami juga terus memotivasi agar kelompok terus berinovasi untuk mendapatkan produk turunan agar dapat mendapatkan perputaran uang, meski sedikit namun terus berputas dan penghasilan tetap mengalir,” jelasnya.

Dia juga merasa bangga ada seorang bapak anggota kelompok, pemilik nama lengkap Misnianto yang kini makin dikenal dengan Bapak Perani madu. Kini ada anaknya yang sedang menempun perkuliahan. Anaknya bernama Agung, kini duduk di bangku kuliah  semester 5 di Universtias Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Agus adalah anak kedua nya yang baru duduk di bangku kuliah, setelah anak sulungnya tamat. Menjadi petani madu adalah kesibukan utamanya selain menjadi buruh sawit di kebun orang lain. “Alhamdulillah saya bisa dengan bangga menyelokahkan ana tinggi-tinggi agar tidak sama dengan bapaknya. Meski dengan hanya menjadi pembudidaya madu saya dan istri bertekad untuk memenuhi kebutuhan anak agar bisa menjadi orang sukses kedepannya,” katanya bangga.

Sementara solusi lain agar madu tetap memilki nilai jual lalin, maka muncul pula inisiatif untuk mengelola produk turunan dari hasil madu ini. Semua produk turunan ini juga sudah ada dalam UMKM binaan Pertamina PHE Jambi Merang.

UMKM ini Ketuanya adalah Ibu Undriwati, dengan memiliki 10 orang anggota, produk turunan dari Madu yang ada di UMKM ini telah banyak terjual dipasaran. “saat ini kami terus produksi Grubi, Masinis dan madu janjan (jahe instan).

Foto; Roni Ahmad Saputra, ketua Bina Siginjai Permata kelompok yang sukses Pendampingan para budidaya madu sabak(ist)

Komitmen PHE Jambi Merang terhadap keberlanjutan program terlihat juga dari pembangunan rumah produksi pada tahun lalu. Menurut Iwan Ridwan Faizal, Manager Community Involvement and Development PHR Regional I Sumatra, menjelaskan bahwa fasilitas ini menjadi pusat produksi sekaligus galeri produk UMKM.
“Pembinaan sudah kita lakukan sejak 2020 telah mampu menghasilkan madu berkualitas. Rumah produksi ini diharapkan meningkatkan efisiensi dengan memperhatikan temperatur dan teknis pemisahan air,” ujar Iwan.

Keberadaan kemajuan Desa ini juga menjadi kebanggan dibawah kepemimpinan seorang Kepala Desa Suka Maju, Didik Budi Cahyanto. Pria ini sangat mengapresiasi inisiatif dari perusahaan Migas raksasa ini. Upaya menjadikan lokasi budi daya sebagai eduwisata sejalan dengan program Pemkab Tanjung Jabung Timur.
“Saat ini kami baru memiliki satu destinasi eduwisata di Kuala Tungkal, kami sangat berharap budidaya madu ini juga menjadi eduwisata Desa ini, agar makin ramai dikunjungi oleh warga dari berbagai penjuru Indonesia,” kata pak kades.

Kades Didik ini, juga berharap agar program yang sedang berlangsung dapat berkolaborasi dengan Koperasi Desa Merah Putih yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, memperkuat ekonomi desa berbasis sumber daya lokal.

Kelompok Budi Daya Madu Sabak kini menghasilkan berbagai produk unggulan, mulai dari Madu Lebah Sabak kemasan botol, Keripik Masinis (Keripik Madu Pedas Manis), Grubi Madu, hingga Madu Jantan (Jahe Instan).
Nama hasil produk unggula ini pun sangat menarik, hingga menimbulkan rasa penasaran calon pelanggan untuk mengetahui lebih dalam. Namun yang pasti, dimapaun penjuru dunia, madu terkenal dengan khasiatnya yang sangat penting untuk kehidupan manusia.
Dengan 30 warga yang terlibat aktif mulai dari kelompok budidaya madu lebah siak, pengelola UMKM dan rumah produksi, program ini menjadi bukti pemberdayaan masyarakat berbasis sumber daya alam lokal dapat memberikan dampak ekonomi berkelanjutan.

Foto: Rumah prokduksi menggelolah turunan labah madu jadi prodag UMKM dalam wadah Koperasi Sukmajaya Berkah(ist)

Persiapan kemandirian yang matang diharapkan menjadi model bagi program serupa di tempat lain, yang dapat menjadikan Desa Suka Maju sebagai daerah tempat belajar dan menjadi acuan agar dapat berkembang, meski memakan waktu.

Tak bisa dipungkiri, di Provinsi Jambi, ancaman juga nyata. Bahkan kajian Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2021 lalu mencatat bahwa sekitar 70 persen lahan di provinsi ini telah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Akibatnya, lebah kehilangan rumah dan sumber nektar.

Melihat kondisi itu, PHE Jambi Merang mengambil langkah konkret. “Kami ingin energi yang kami hasilkan tidak hanya menggerakkan industri, tapi juga menghidupkan kembali alam,” ungkap Baskoro Adhi Pratomo, Officer Community involvemen & development Regional 1.

Baskoro menyebutkan pentingnya pengelolaan lingkungan menjadi dasar efisiensi penggunaan sumber daya energi. “Melalui kegiatan program pengembangan masyarakat, kami bersinergi dengan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.” Tegasnya.

Tak hanya fokus pada lebah, Beeyond Honey juga menghidupkan kembali vegetasi di sekitar Desa. Melalui program revegetasi berbasis agroforestri konservatif, sebanyak 2.000 pohon bunga dan buah ditanam di area Sukamaju, mulai dari jambu, rambutan, durian, hingga bunga kaliandra, yang berbunga bergantian sepanjang tahun.
Tujuannya bukan sekadar memperbanyak pohon, tapi menciptakan ekosistem berlapis yang menyerupai hutan alami. Dengan demikian, lebah mendapat sumber pakan berkesinambungan, tanah menjadi lebih subur, dan suhu mikro di desa menurun.
“Sekarang kalau ke lokasi, usaha terasa lebih sejuk. Dulu gersang, panas, tak ada bunga. Sekarang tiap pagi ada warna dan suara lebah,” ujar Sutrisno sambil menunjuk pepohonan di sekitar kotak sarang lebah menghasil madu.

Hasil madu yang melimpah memunculkan tantangan baru bagi bagaimana menjaga kualitas dan nilai jual, Di sinilah inovasi lahir.
Kelompok peternak bersama PHE Jambi Merang mendirikan Koperasi Sukma Jaya, wadah formal untuk mengelola produksi, pengemasan, dan pemasaran madu secara kolektif. Dengan sistem ini, para petani tak lagi bekerja sendiri-sendiri, tapi dalam jaringan ekonomi yang kuat dan transparan.

Koperasi ini juga menjadi tempat lahirnya Si Kering Manis, alat pengering madu otomatis yang mengadaptasi teknologi industri hulu migas. Alat ini membantu mengurangi kadar air madu agar memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) tanpa merusak kualitas alami madu.

“Kami belajar disiplin menjaga mutu dari Pertamina. Madu bukan cuma soal rasa, tapi soal tanggung jawab. Sehingga usaha ini dapat terus bertahan dari waktu ke waktu dengan mengedepankan kualitas dan mutu,” ujar Nurdin salah seorang peternak madu lebah lainnya, dengan bangga.

Kini, madu Sukamaju tak hanya dikonsumsi lokal, tapi juga menjadi produk unggulan daerah. Bahkan, masyarakat mulai memproduksi lilin lebah alami untuk batik dan jajanan sehat berbasis madu.
Program ini juga berperan penting dalam mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Lewat kerja sama dengan Badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) Tanjung Jabung Timur, sebanyak 40 anggota Masyarakat Peduli Api (MPA), dilatih membaca tanda-tanda alam melalui perilaku lebah.
“Kalau lebah tiba-tiba meninggalkan sarang, berarti ada gangguan suhu atau asap di sekitar. Itu jadi alarm alami,” jelas Baskoro.

Selain pelatihan, mereka juga menerima bantuan perlengkapan pemadam, seperti pompa punggung, pakaian tahan panas, helm, dan handy talky. Kini, lebah dan manusia bekerja berdampingan menjaga hutan, satu dengan dengungnya, satu lagi dengan tekadnya untuk tetap menjaga kelestarian alam demi keberlangsungan kehidupan semua makhluk hidup yang saling membutuhkan.
Memang tak semua orang nyaman dekat dengan lebah. Banyak yang masih menganggapnya berbahaya. Sengatan leba bahkan sering kali membuat oranng menjadi demam, Karena itu, PHE Jambi Merang menghadirkan Bee at Community, kampanye publik yang mengubah ketakutan menjadi pengetahuan.

Melalui festival tahunan Bee Local Fest di Taman Rimbo, Jambi, masyarakat diajak mengenal lebah dari dekat. Anak-anak sekolah mencoba memakai pakaian pelindung, memegang sisir madu, hingga mencicipi madu murni langsung dari sarang.

Untuk memperluas dampak edukasi, dibangun pula Bee at Town, pojok edukasi permanen di area publik. Tempat ini menjadi semacam “perpustakaan alam” berisi video, replika sarang, dan simulasi interaktif tentang penyerbukan.
“Kami ingin membuat pengetahuan tentang lebah bisa diakses semua orang, Karena masa depan bumi bergantung pada seberapa dalam kita memahami makhluk kecil ini.” Kata Doni Wirawan, fasilitator program.

Kesadaran itu juga ditanamkan sejak dini melalui Bee at School, Sebanyak 25 siswa SMA Negeri 10 Tanjung Jabung Timur diajak belajar langsung di peternakan lebah. Mereka mempelajari siklus hidup lebah, struktur sarang, hingga proses penyerbukan bunga.
Pengalaman berharga ini, akan menjadi cerita perjalanana kehidupan para siswa ini, yang entah dimasa depannya ada yang menjadi bagian dari PHE Jambi merang, atau bahkan menjadi pengusaha terkenal dengan mengelola hasil budidaya madu lebah.
“Rasanya luar biasa melihat lebah bekerja, Saya jadi sadar, kalau lebah hilang, dunia ikut sunyi. karena masa depan bumi bergantung pada seberapa dalam kita memahami makhluk kecil ini,” kata salah seorang siswa SMAN 10 Tajung Jabung Timur.

Selain itu, para siswa juga dilatih mengolah limbah sarang lebah menjadi lilin batik alami. Inovasi ini menggabungkan konservasi lingkungan dengan pelestarian budaya, menjadikan limbah menjadi karya.
PHE Jambi Merang kini telah menyiapkan strategi exit atau penyapihan setelah lima tahun pembinaan. Langkah-langkah persiapan meliputi pembentukan Koperasi Sukma Jaya Berkah, pendirian rumah produksi, dan pengembangan konsep eduwisata. “Yang berkelanjutan bukan programnya, tapi hasilnya. Kelompok ini diharapkan mampu mandiri dan mengembangkan wisata edukasi,” tegas Iwan Ridwan Faizal, Manager Community Involvement and Development PHR Regional I Sumatra.

Foto: Media Fiel Trip PHe Jambi merang mengunjungi Rumah Produksi sukmajaya Berkah.(ist)

Visi jangka panjang program ini adalah menjadikan lokasi budi daya sebagai destinasi eduwisata. Pengunjung dapat mempelajari perkembangbiakan lebah, proses produksi madu, teknik panen, dan aspek edukatif lainnya, dengan harapan pengunjung mempelajari perkembangbiakan lebah, proses produksi madu, teknik panen, dan aspek edukatif lainnya.

Suksesnya program PHE Jambi Merang, dapat dilihat dari rencana strategis atau Roadmap Program Beeyond Honey dari waktu ke waktu yang sudah menjelaskan perkembangannya.

Dimulai dari tahun 2021 PHR Jambi merang bersama masyarakat mengidentifikasi wilayah rawan bencana dan mulai mengenalkan lebah sebagai pollinator alami dan bio-indikator alam.

Tahun 2022 mulai menjalin sinergitas bersama kelompok MPA Desa Suka Maju, Masyarakat berkontribusi dalam mitigasi bencana dan mulai merintis pengembangan budidaya lebah madu.

Kemudian ditahun 2023 pengembangna program dengan wujud nyata melalui pendirian koperasi sebagal upaya tata kelola pembudidaya lebah madu dan Revegetasi tanamanan konservasi hutan dan bunga sebagai sumber nektar bagi lebah.

Tahun 2024 lalu, mulai terjalin sinergi antar penggiat UMKM Desa dengan pembudidaya lebah madu dalam pengembangan produk turunan, hingga Keseimbangan manfaat lingkungan dan ekonomi melalui budidaya lebah madu.
Di tahun 2025 barulah menjadi pusat learning center budidaya madu dan mulai melaksanakan kampanye edukasi secara digital maupun social dengan Program Beeyond Honey dilakukan dengan beberapa kegiatan seperti Bee at Forest.

Empat tahun sejak dimulai, Beeyond Honey bukan lagi sekadar program CSR. Ia telah tumbuh menjadi gerakan social ekologis. Dari sepuluh kotak lebah pertama, kini ratusan sarang berdiri menjadi saksi bahwa energi sejati tak hanya berasal dari minyak bumi, tapi juga dari hati manusia yang mau menjaga bumi.

“Kalau energi bisa menggerakkan mesin, maka kepedulianlah yang akan menggerakkan hati. Itulah energi sejati yang kami bawa: energi untuk alam, energi untuk manusia.”Kata Baskoro.
Di bawah naungan pepohonan akasia yang bergiri gagah dan bunga hutan yang mekar, suara lebah kembali berdengung. Madu yang dihasilkan hari ini bukan hanya manis bagi lidah, tapi juga bagi bumi yang kembali bernapas.
Dan di antara dengung lebah dan tawa warga Sukamaju, mengalir keyakinan bahwa energi sejati bukan hanya untuk menyalakan lampu, tetapi untuk menyalakan semangat kehidupan.(*)

Penulis : Heriyanto